Selasa, 05 Desember 2017

Langgir Badong, Bentuk Apresiasi Generasi Muda Terhadap Budaya Lokal

Langgir Badong, alat musik tradisional suku Sunda khas kota Bogor (Credits: Genoveva Maria / UMN)

Tangerang – Jika bicara tentang alat musik khas Sunda, pasti yang terlintas dibenak kalian adalah alunan merdu Kecapi dan Suling, yang bisa membuat pikiran kita menjadi rileks seketika. Alat musik khas Sunda biasanya identik terbuat dari bambu. Tetapi, tahu kah kalian ternyata kota Bogor yang mayoritas penduduknya masih kental dengan budaya Sunda memiliki alat musik tradisional yang berbeda dari alat musik khas Sunda lainnya?

Nama alat musik ini adalah Langgir Badong. Kata Langgir sendiri dalam bahasa Sunda memiliki arti “Kalajengking”, dan Badong adalah bambu yang digendong. “Langgir Badong mengibaratkan binatang Kalajengking yang selalu bersembunyi dari keramaian dan tidak bersuara, tetapi mampu mengeluarkan senjata yang bisa melemahkan lawannya,” ujar Ade Suarsa, pencipta Langgir Badong sekaligus Seniman, ketika menjelaskan makna dari nama unik alat musik ini, pada Sabtu (2/12/2017).

Muncul ide awal untuk membuat alat musik ini, ketika Ade melihat lingkungan kota Bogor yang memiliki banyak bambu, dan potensi sumberdaya manusia yang dapat mengolah bambu-bambu tersebut menjadi sebuah alat musik. Langgir Badong sendiri yang terdiri atas Dogdog, Kecrek, Kohkol dan Gambang mampu dikemas oleh Ade menjadi sebuah pertunjukan kesenian tradisional melalui Sanggar Seni Etnika Daya Sora Kota Bogor.

Dengan dilestarikannya Langgir Badong ini, Ade berharap generasi muda dapat lebih menyukai, dan melestarikan budaya tradisional karena budaya yang kita miliki merupakan cermin dari Bangsa kita. “Jika budaya kita kacau, maka bangsa kita juga akan kacau. Semua ini ada di tangan para generasi muda,” kata Ade mengakhiri wawancara.


Selasa, 21 November 2017

Mengenal Tradisi Agama Buddha

Mengenal Tradisi Agama Buddha


Agama Buddha merupakan salah satu agama tertua di dunia, yang memiliki budaya unik di dalamnya. Umat Buddha sendiri masih memegang teguh ajaran - ajaran sang Buddha yang masih kental, dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam agama Buddha terdapat dua aliran, yaitu Theravada dan Mahayana. 
Theravada merupakan aliran yang berasal dari Tiongkok, lalu tersebar di Thailand. Tetapi umat Buddha di Thailand hanya menganut aliran dasarnya. Theravada mengutamakan preaktek pensucian diri sendiri. Berbeda dengan aliran Mahayana yang mengutamakan cinta kasih terhadap sesama. Ibaratnya, Mahayana itu seperti kereta angkutan. Kita tidak bisa menyebrang sendiri ke Surga, tetapi harus bersama-sama dengan umat yang lainnya.
Salah satu budaya yang menjadi ciri khas dari umat Buddha, yaitu menjadi seorang vegetarian. Ternyata ajaran tersebut ada sangkut pautnya dengan hukum karma yang mereka anut. Mereka percaya, jika membunuh sesame makhluk hidup, apalagi untuk dimakan, maka mereka akan mendapatkan siksaan yang sama ketika mati kelak.
Di Indonesia sendiri, umat Buddha biasanya merayakan hari raya Waisak di Candi Borobudur yang memiliki banyak sejarah. Umat Buddha hampir dari seluruh Indonesia berkumpul di Candi Borobudur untuk melantunkan doa, dan pujian-pujian kepada Sang Buddha yang telah memberikan ajaran-ajaran berguna bagi kehidupan mereka. Dalam doa, mereka wajib membaca Sutta, yang tidak hanya untuk memuji Sang Buddha saya, tetapi juga bermakna untuk mendoakan agar seluruh makhluk di dunia bahagia. Dengan mengucapkan Sutta sendiri, mereka sudah mendapat energi-energi positif, dan menambah karma baik.

Hasil wawancara :

Senin, 06 November 2017

Ini Dia! Rahasia Dibalik Nasi Padang

Ini Dia! Rahasia Dibalik Nasi Padang


Rendang, salah satu menu andalan masakan Padang yang sudah mendunia (Foto: Neysa Yussi Alicia)

Tangerang – Siapa sih yang gak kenal sama nasi Padang? Seluruh masyarakat Indonesia pastinya akrab banget nih sama jenis makanan yang satu ini. Yup! Nasi Padang merupakan masakan khas warga Minang yang identik dengan cita rasa pedas dan sangat digemari oleh semua kalangan.
Gak heran, di Indonesia sendiri restoran Padang bisa kita jumpai hampir di setiap sudut jalan. Bahkan saking terkenalnya makanan yang satu ini, salah satu lauk andalannya yaitu rendang sudah diakui oleh Dunia karena kelezatan dan rasanya yang khas. Tidak hanya rendang, masakan Padang juga memiliki menu andalan lain, seperti sambal hijau, ayam bakar, serta lauk sayur lain yang  berkuah santan gurih.

Kalau lagi ngomongin nasi Padang, pernahkah kalian berpikir kalau porsi nasi putih untuk kita santap di tempat memiliki perbedaan dengan porsi nasi yang dibungkus? Biasanya porsi nasi yang dibungkus jauh lebih banyak dibandingkan dengan porsi nasi yang dimakan di tempat. Ketika kita makan di restorannya langsung, biasanya nasi yang disajikan hanya satu centong kecil. Saking dikitnya, gak bakal cukup buat memenuhi ukuran perut orang Indonesia, sehingga biasanya kita selalu meminta tambahan nasi.
Tetapi akan berbeda apabila kita membeli nasi Padang untuk dibawa pulang. Porsi nasi bisa dua kali lipat dilengkapi dengan tambahan sayur nangka, daun singkong, sambal hijau, dan bumbu-bumbu dari lauk lain jika kita memintanya. Tentu saja ada biaya tambahan untuk permintaan bumbu tertentu diluar lauk yang kita pilih. Tetapi melihat porsinya yang sangat besar sehingga cukup untuk disantap oleh dua orang, membuat kita sebagai pelanggan akan bertanya-tanya, kenapa sih porsinya bisa berbeda?


porsi nasi ketika dibungkus dan  makan ditempat

(Foto : Neysa Yussi Alicia – Chrismonica)

            Menurut Syamsuissam Datuk Rangkaeo Dasah atau yang bisa dipanggil Datuk, pemilik rumah makan Padang “Pondok Salero” di Jalan RE. Martadinata, Tasikmalaya. Porsi nasi ini memiliki sejarahnya sendiri yang katanya, pada zaman Belanda hanya kaum-kaum elite yang bisa menikmati masakan Padang di restorannya langsung. Kaum-kaum tersebut didominasi oleh saudagar dan kolonial Belanda. Tetapi, pemilik dari restoran Padang ingin orang-orang pribumi juga bisa menikmati masakan daerah mereka sendiri. Lalu, pemilik restoran mengakalinya dengan cara dibungkus, sehingga orang-orang pribumi bisa menikmatinya walaupun tidak makan di tempat. Porsi nasinya pun lebih banyak agar bisa dinikmati dengan anggota keluarga lainnya.
Kalo untuk porsi nasi yang makan ditempat, pas pelanggan ngerasa kurang kan ? Jadi bisa nambah lagi disini. Kalau misalnya dibawa pulang, kurang mau minta kemana kalo mau nambah? Jadi ditambahin (nasi) supaya nggak usah bolak balik lagi,” ujar  Syamsuissam sambil menghitung tagihan makanan.
Datuk menambahkan kalau restoran Padang sangat kental akan kebudayaan Minang. Seperti tradisi yang dimiliki oleh restoran Padang yang cukup besar, yaitu dalam penyajian makanan. Biasanya para tamu akan disuguhkan semua jenis lauk pauk yang mereka miliki dipiring-piring kecil, dan pelayan yang menyajikannya akan meletakkan semua piring berisi lauk pauk tersebut di lengan mereka. Bahkan ada yang mampu menyusun sampai 20 piring di kedua lengan mereka, loh! Cukup berat ya kerja para uda-uda restoran Padang.
Untuk bisa menyajikan lauk seperti itu, para pelayan membutuhkan latihan khusus dan benar-benar dinilai secara professional. Kalau salah posisi piringnya, maka bisa jatuh semua. Tapi gak semua restoran Padang seperti itu. Ada juga yang menyajikan makanannya sesuai lauk pesanan si pelanggan. “Kalo pelanggan datang langsung pesan mau apa, pasti gak disajikan semua. Tapi, kalo pelanggan datang tiba-tiba langsung duduk di meja tanpa bilang mau pesan apa, biasanya langsung disajikan semua masakannya.” Ujar Datuk.
Pelayan restoran Indah Jaya Minang sedang membawa piring-piring berisi lauk-pauk di lengan mereka
(Foto :  Neysa Yussi Alicia)

Datuk juga menjelaskan kalau pada dasarnya semua restoran Padang memiliki konsep seperti itu, karena mereka sangat menghargai tamu. Menurut Datuk tamu adalah orang yang istimewa yang seharusnya disuguhkan makanan, bukannya si tamu yang mengambil sendiri. tamu yang mengambil makanannya sendiri itu menurut Datuk adalah pelayanan yang tidak etis.

Salah satu restoran Padang bernuansa modern yang menerapkan konsep ini adalah Restoran Indah Jaya Minang. Bagi yang tinggal di daerah Tangerang, pasti sudah tidak asing dengan restoran ini. Tidak heran, restoran yang dulunya berlokasi di Padang sebelum terjadi gempa beberapa tahun lalu ini, memiliki banyak cabang yang tersebar di daerah Tangerang dan menjadi pilihan favorit masyarakat karena konsep kebudayaanya yang masih kental.


Hmm… sudah terjawabkan rahasia dibalik Nasi Padang? Jadi, untuk makan siang besok enaknya dibungkus atau makan ditempat, ya?